Hampir setiap mahluk hidup didunia ini memiliki hal yang ingin dicapai atau kita sebut itu
"mimpi". Saya pun begitu, mimpi adalah salah satu alasan terbesar kenapa saya ingin selalu hidup lebih baik dari hari sebelumnya. Dan saya yakin hal ini pasti dimiliki oleh hampir semua orang. Banyak orang berlomba-lomba untuk mencapai mimpinya, merealisasikan kekuatan doa dari Sang Maha Mendengar, tentunya dengan kerja keras agar bisa mencapainya. Tapi ada 1 hal yang sering kita lupakan, ketika kita menciptakan sebuah mimpi besar harus dibarengi dengan mental yang besar untuk menyeimbanginya.
Ada sebuah kisah yang saya dapatkan dari Pak Ecep, dosen Psikologi sekaligus sebagai
Student Care di kampus saya. Kisah ini saya dapatkan ketika beliau sedang memberikan motivasi penutup kegiatan Pengujian Program Kerja calon Ketua BEM 2013/2014
Kampus Universitas Nasional PASIM.
Alkisah, pada suatu masa hiduplah seorang pemuda miskin. Dia bermimpi untuk bisa berlayar dengan kapal pesiar yang harganya sangat mahal untuk seorang miskin sepertinya. Setiap hari dia bekerja keras, banting tulang, bahkan kalau bisa jadi ojek payung sekalian - oke ini hanya
joke - , sampai akhirnya dia bisa mengumpulkan uang mencapai jumlah yang dibutuhkan untuk membeli tiket kapal pesiar yang harganya sangat mahal. Ketika dia sudah dapat mendapatkan tiket, kemudian dia naik ke kapal pesiar itu. Perjalanan di kapal pesiar itu selama 1 minggu. Dia melihat banyak keramaian dan orang-orang berpakaian mewah.
Hingga suatu saat, dia berkeliling dan melihat orang-orang sedang makan disebuah restoran yang sangat mewah. Dia tidak berani untuk masuk ke dalam restoran itu dan hanya melihatnya dari kejauhan. Dia kembali lagi ke tempatnya dan hanya makan dari bekal roti yang dibawanya. Setiap hari dia begitu, sampai pada suatu saat dia sedang makan sambil bersembunyi. Lalu, ada petugas dari kapal pesiar tersebut memanggilnya.
"
Hei!!" teriak petugas kapal.
"
Pak saya bukan penumpang liar. Saya punya tiket." kata pemuda itu dengan suara ketakutan.
"
Anda sedang apa disini?" tanya petugas kapal.
"
Saya sedang makan perbekalan saya. Saya tidak mampu beli di restoran yang mewah itu." jawab pemuda itu.
"
Kalau Anda memiliki tiket, Anda gratis makan di restoran itu. Tiket itu sudah satu paket dengan makanannya juga." jelas sang petugas kapal.
Sampai akhirnya pemuda miskin itu mengerti.
Nah, apa yang menjadi menarik dari kisah pemuda ini? Dia adalah seorang yang memiliki mimpi yang besar dan kerja keras dalam merealisasikan mimpinya. Hingga akhirnya dia berhasil mendapatkan tiket untuk naik ke kapal pesiar itu. Namun, yang membuat dia berbeda adalah : dia masih memiliki mental miskin, masih mental minder. Dia naik kapal pesiar itu dengan mental makan siang dari bekal yang dia bawa. Dia belum memiliki mental bahwa dia setara dengan para penghuni di kapal pesiar tersebut.
Dari kisah ini, beliau memaparkan bahwa kita (teman-teman BEM Unas PASIM) sedang membangun mental. Kadang kita minder ketika bertemu dengan Mahasiswa/i BEM dari UNPAD, UPI atau ITB padahal kita sama-sama BEM. Yang membuat minder itu adalah mental kita. Kata beliau, ini hanya masalah kepercayaan diri saja, hanya masalah mental saja, dan itu hanya ada dikepala kita saja.
Awal bulan Maret kemarin saya mengikuti
Training Research and Community Development (TRC) ke Yogyakarta yang dilaksanakan oleh tim
Research Community and Development Center (RCDC) Jawa Barat. Dari seluruh rangkaian kegiatan yang saya ikuti selama kurang lebih 3 hari, saya belajar banyak dari teman-teman ITB, UPI, dan UNPAD. Kebetulan hanya saya sendiri dan satu-satunya yang bukan berasal dari 3 kampus yang saya sebutkan sebelumnya.
Awalnya memang terasa asing dan sedikit minder, makanya saya memilih untuk diam saja, tapi memang benar minder itu hanya ada dikepala kita. Nyatanya, mereka sangat
welcome, mulai dari perkenalan, diskusi, dan percakapan lainnya. Saya belajar bahwa mereka tidak meng-
underistimate saya selama saya bisa berkontribusi. Malah saya menemukan teman-teman yang sangat luar biasa, kakak-kakak yang sangat menginpirasi, pokoknya keren banget
deh. Jadi, benar kata-kata Pak Ecep sebelumnya bahwa minder itu hanya ada dikepala kita.
So, ketika teman-teman memiliki mimpi besar maka harus dibarengi dengan mental yang besar pula.
Semoga catatan kecil yang saya
share ini bisa bermanfaat dan menginspirasi teman-teman semua.
Wassalam,
Santi