Sudah menjadi hukum alam bahwa segala sesuatu telah Allah SWT ciptakan dengan berpasang-pasangan. Ada siang dan juga ada malam, ada laki-laki dan juga ada perempuan, ada benar dan juga ada salah, ada hitam dan juga ada putih, dan contoh yang lainnya.
Setiap hari, rasa cinta ini padaNya tak pernah berkurang. Malah terus bertambah dan akan terus bertambah. Allah SWT begitu sayang pada saya, pada semua, pada umatNya. Walau pada kenyataanya, masih jauh ungkapan syukur itu saya persembahkan untukNya.
Saya bersyukur
Allah telah lahirkan saya dari Ayah dan Ibu saya sekarang.
Allah telah tempatkan saya dilingkungan yang membuat saya mau tidak mau harus bisa berjuang sendiri.
Allah itu tahu apa yang saya butuhkan, bukan apa yang saya inginkan :)
Hari ini ada tekad yang begitu kuat hadir dan selalu terbesit dihari-hari kebelakang. Ada yang telah hilang didalam diri saya, tapi bukan hilang. Hanya sedikit memudar. Entah itu apa, dalam bayangan saya itu adalah hal yang sederhana, tapi ternyata sulit untuk disederhanakan. MasyaAllah.
Iman itu nyata-nya memang ada naik-turunnya. Saya merasakannya. Tapi saya teringat nasihat seorang Ustadz Darlis saat kajian Islami di Kampus, bahwa memang iman bisa naik turun, tapi jangan biarkan itu menjadi hal yang biasa dan wajar. Dampaknya akan membuat kita biasa-biasa saja ketika iman sedang turun. Naudzubillah.
Saat ini, yang ada dibenak saya adalah seperti sedang memutar sebuah film dokumenter perjalanan hidup saya. Bagaimana perjalanan saya ketika memulai mengenal Allah SWT dengan sesadar-sadarnya hingga begitu sangat mencintaiNya. Belajar menemukan jati diri saya. Ah, seperti itu ya ternyata hidup, terus berjalan, bergolak, penuh warna.
Teringat pada masa dimana semangat membara untuk memperbaiki diri, berkarya untuk sesama,
berkarya di jalan-Nya. Saya yang selalu diliputi ambisius yang begitu
tinggi. Segala bentuk kompetisi dan seminar selalu disempatkan dengan maksimal. Begitulah, selalu mau menjadi yang paling baik, walaupun pada
dasarnya, sikap seperti itu tidak boleh dipelihara. Tapi itulah diri saya.
Tanpa sikap itu, saya takkan bisa menjadi seperti ini sekarang. Seseorang
yang selalu ingin bermanfaat untuk sesama, ummat, dalam rangka berda’wah di
jalan-Nya. InsyaAllah. Rindu sekali masa itu.
Namun, bukanlah seorang yang beriman jika dilahirkan tanpa dengan ujian. Allah memberikan ujian kepada hambaNya untuk melihat sejauh mana dan sebesar apa cinta hambaNya itu kepadaNya.
Ya, mungkin sudah bisa ditebak kemana arah pembicaraan ini :)
Ketika saya diperkenalkan dengan sebuah kosakata cinta.Ketika Allah mengajarkan betapa indahnya mencinta dan dicinta. Kala itu pula segala rasa ambisius ini berhasil terpupus. Karena saya
belajar tentang arti ketulusan, tentang makna kelembutan hati. Ckck, dampaknya sangat besar untuk hidup saya saat ini. Meski masa kelam
itu terus membayangi hari saya. Meski rasa sesal itu terus melingkupi
diri.
Saya belajar untuk bisa lebih peka dan empati, lebih bisa berbicara dengan hati.Itu karena seseorang pernah mengajarkan saya tentang hal ini. Tentang indahnya mencinta. Tentang makna cinta sebagai kata kerja. Ah, tiba-tiba saya sangat begitu merindukannya. Bagaimanapun juga, dia selalu memberi saya semangat, mendorong saya untuk terus berkarya dan bisa bermanfaat bagi sesama. [tarik nafas]
Iya, itulah sepenggal cerita dari film dokumenter yang sedang berputar diotak saya.
Kini saatnya saya menghadirkan hari yang baru.
Saya yang lebih baik. Saya yang bisa lebih berkontribusi kepada sesama.
Kembali menapaki jalan-jalan Illahi.
Mungkin teman-teman penasaran kenapa saya tiba-tiba menulis ini.
Saya hanya ingin berbagi kisah tentang kehidupan saya saja sebenarnya. Semoga ada yang bisa diambil manfaat dan pembelajarannya. Beberapa hari yang lalu hati saya begitu sangat terketuk ketika melihat foto-foto saudara Muslim/Muslimah di Syria harus bertahan hidup seperti itu. Ada foto seorang bayi yang seluruh badannya bekas disayat-sayat oleh pisau, terbujur kaku dan membiru, teriris-iris hati ini. Dia yang tidak berdosa harus menanggung hal seperti itu. Surga Firdaus tempatmu, Dek. Semoga Allah segera memberikan solusi terbaik untuk ummat Islam disana. Semoga, aamiin.
Lantas apa yang bisa saya lakukan? Tidak ada apa-apa kecuali untuk selalu mendoakan yang terbaik untuk mereka. Dan doa saya takkan terasa begitu sempurna jika saya tidak terus memperbaiki diri setiap harinya.
Ya, Allah Engkau Maha mendengar suara jerit hati ini.
Bismillah, semoga Allah mudahkan hari-hari baru ini.
---
Jl. Mentor, 20 Feb 2013